Jum’at, 03 November
2023.
Ada nuansa berbeda dalam
pelaksanaan Jum’at Imtaq pagi ini. Peserta didik SMA Negeri 1 Empang kompak mengenakan
sarung. Bukan tanpa alasan, sejak dilaunching Di Desa Kebon Ayu, Kecamatan
Gerung Kabupaten Lombok Barat pada hari Jum’at 27 Oktober 2023 lalu, program
Jum’at Blondong ini direspon positif oleh
seluruh masyarakat NTB, tidak terkecuali oleh peserta didik di SMA Negeri
Empang.
Sejak pagi hingga
siang hari antusiasme peserta didik nampak pada sesi foto dan pembuatan video.
Peserta didik tidak ingin ketinggalan mengambil foto dan video bersama bapak
ibu Wali Kelas dan teman-teman sekelasnya.
Wakil Kepala
Sekolah Urusan Kesiswaan Ibu Ana Susilawati, S.Pd. di dalam wawancara dengan
Tim Media Smansa Empang berharap agar implementasi Jum’at Blondong di SMA Negeri 1 Empang dapat menjadi kebiasaan positif bagi
peserta didik karena sarung bagi masyarakat Indonesia termasuk pakaian yang
biasa digunakan sehari-hari di kalangan masyarakat. Mulai Jum’at ini dan
seterusnya, sesuai Arahan dan Harapan
dari Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat seluruh peserta didik
akan diwajibkan datang ke sekolah dengan menggunakan kain.
Penggunaan sarung (Blondong /sasak) atau di dalam masyarakat Sumbawa disebut batepong-bateman setiap hari Jum’at adalah
salah satu indikator bahwa Sekolah Berkarakter memang harus memiliki program
yang diimplementasikan dengan kolaborasi dengan kearifan lokal yang dekat
dengan kebiasaan masyarakat, jadi pemakaian sarung setiap hari Jum’at sangat
tepat untuk dibiasakan kepada seluruh peserta didik. tutur Bu Ana.
Sarung (batepong-bateman) saat ini sudah menjadi
identitas budaya tau-tana samawa. Keberadaan sarung sebagai budaya perlu
dilestarikan dan dirawat agar tidak tergerus oleh arus perjalanan zaman.
Meskipun, sarung bukan ajaran Islam, namun identitas ini menjadi karakter yang
telah mengakar dalam perjalanan sejarah bangsa kita. Oleh karena itu,
melestarikan budaya bersarung merupakan tindakan arif dan bijak demi marwah dan
martabat bangsa.
Realitasnya, sarung
(Kre’) adalah alat untuk menutup, di
samping sebagai penghangat ketika musim dingin. Sementara, dalam ajaran Islam
ada kewajiban menutup aurat, yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Aurat laki-laki dari pusar sampai lutut. Sedangkan, untuk perempuan seluruh
badan kecuali wajah dan telapak tangan. Mungkin saja ada ikhtilaful ulama dalam
teknis menutup aurat. Tetapi, ajaran Islam tentang menutup aurat ini sudah
pasti dan jelas.
Sementara itu, berkaitan
dengan Jum’at Imtaq yang setiap hari Jum’at wajib dilaksanakan di sekolah, pemilihan
sarung relevan dengan karakter islami yang dikembangkan di sekolah. Pemilihan
sarung didasarkan pada beberapa filosofi, di antaranya adalah, pertama, bahwa
sarung merupakan pakaian yang sangat longgar. Itu artinya, kita harus selalu
berusaha memberi ruang kebaikan kepada orang lain demi terjadinya sifat dan
sikap takwa kepada Allah SWT.
Kedua, sarung tidak
terikat dengan ikat pinggang, resleting, dan buah kancing. Ini menjadi filosofi
bagi kita bahwa kita harus melepas ikatan-ikatan rasa tamak, takabur, dan sifat
negatif lainnya.
Ketiga, sarung dapat
dijadikan berbagai kemanfaatan. Seperti untuk menutup aurat, mengusir rasa
dingin (selimut), sebagai alas duduk, bahkan dapat dijadikan sebagai penutup
kepala di kala panas matahari. Itu artinya, kita harus menjadi seseorang yang
siap ditempatkan di mana saja. Mampu memberikan manfaat kepada siapa saja,
serta dapat berperan sebagai apa pun (yang bernilai positif) di tengah
kehidupan bermasyarakat.
Itulah tiga
filosofi sarung yang dapat dijadikan pelajaran demi kehidupan yang bermanfaat,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Filosofi sarung hanya sebagai
pembanding dalam memberikan kemanfaatan. Dan yang terpenting adalah, bahwa
karakter individu perlu pemahaman yang baik dalam menjalani hidup dan
kehidupan.
Semoga program
Jum’at Blondong dan pembiasaan
berkain sarung di sekolah dapat membentuk karakter seluruh peserta didik menjadi
lebih religius serta mencintai budaya dan kearifan lokal masyarakat.